Senin, 26 Januari 2015

Summer is Here .. Part 1





Tak, Tok, Tak Tok,

Sepatu boots Sophie beradu dengan lantai marmer yang dingin membeku. langkahnya sesekali terhenti, kala melihat lukisan-lukisan yang terpajang di galeri seni rupa di pusat kota. Galeri itu nampak sepi dan hanya tiga orang pengunjung yang masih didalam, termasuk Sophie. 

Kaki Sophie terus melangkah ke lorong selanjutnya. Setiap lukisan di galeri itu diberi jarak, kurang lebih dalam satu lorong ada tiga sampai empat karya. Ini pertama kalinya ia mengunjungi galeri lukisan, ia tak tau cara menikmati sebuah lukisan sehingga ia hanya menghabiskan satu sampai dua menit untuk mengamati satu lukisan. Namun mata bulatnya terpaku pada sebuah lukisan.
Lukisan itu hanyalah lukisan pemandangan yang sederhana namun garis-garisnya amat nyata. Dalam lukisan itu awan cerah bergerombol seperti domba-domba yang digiring perlahan oleh angin dan langit biru sebagai latarnya. Hamparan rumput hijau yang dipangkas rata bagai permadani melapisi perbukitan itu. disana berdiri satu-satunya pohon besar dengan daun rindang dengan akar kuat menancap ke tanah. Di sebelah kanan pohon itu terdapat bangku tua yang terbuat dari kayu, seseroang duduk disana mengenakan kemeja biru serupa warna langit dilukisan itu.
Dan disaat tatapan Sophie tak kunjung beranjak, angin berhembus, membuat rambut cokelatnya acak-acakan. Ia pun mundur—mengalihkan pandangan. Dan membalikkan tubuhnya ke arah ruangan lain. Tapi tak ada apa-apa disitu. Mata Sophie kembali tertuju pada lukisan itu lagi dan angin pun berhembus kembali, kali ini  daun-daun pohon dalam lukisan itu ikut bergerak dan bergemerisik.

Mata Sophie terbelalak, tak percaya dengan apa yang sedang dilihatnya, ia pun melangkah mundur tapi sepatu bootsnya tak lagi menginjak lantai marmer tetapi sesuatu yang empuk dan basah. Kini kakinya menginjak hamparan rumput yang mengelilinginya. Ekspresi bingung tergambar di wajah Sophie. Mengapa aku ada disini? Bukankah seharusnya aku ada di galeri? Mengapa lukisan itu bergerak? Hatinya mulai bertanya-tanya.
“Sophie!”
Sophie menoleh kearah suara yang memanggilnya. Ia melihat Pria berkemeja biru itu melambai kearahnya. Disampingnya berdiri pohon besar dan sebuah bangku kayu. Dan siapa pria itu? Apakah aku sedang bermimpi? Apakah aku memasuki sebuah lukisan? Ini mustahil, pikir Sophie.

Melihat Sophie yang diam saja tak bergeming, pria itu pun beranjak lalu berjalan menghampiri Sophie, kaki Sophie masih terpaku atas rumput mencoba mencerna apa yang sedang terjadi.
Sophie harus menengadah menatap pria yang sekarang ada di hadapannya. Pria itu memasukan tangannya ke saku celana dan membukukan tubuhnya, ia balas menatap Sophie sambil tersenyum. Kini wajah mereka berajarak beberapa senti saja. Kulit pria itu terlihat halus dan bersih, bola matanya berwarna kehijauan, senyumnya mengembang dan memperlihatkan jejeran giginya rapih dan putih.
Sophie? Kau tau aku kan?”
Mata Sophie melebar menatap pria yang ada di hadapanya, pasti ia sedang bermimpi.
si..apa..kau?kata Sophie  terbata dengan suara rendah dan serak
###

Musim dingin sudah tiba dan seluruh kota seketika terselimuti warna putih. Salju terus berjatuhan dan seperti tanpa akhir. Sophie melilitkan syal tebal ke lehernya agar udara dingin tak menusukinya, sementara ia bergegas menyusuri jalan kecil dan sepi mengarah ke gedung perpustakaan.
Sophie memasuki gedung perpustakaan tempat ia bekerja, di samping meja pembuat kopi sudah berdiri Grace, rekan kerjanya.
Guten Morgen” Grace menyapa.
Guten Morgen” sahut Sophie, sambil menggantung mantelnya di sudut ruangan
Oh dear, kenapa dengan matamu? kau begadang ya ?”
Sophie menarik nafas dalam, “Aku terbangun tengah malam”
Kenapa? kau bermimpi buruk?...” Grace memberinya secangkir kopi “Kau bisa menceritakannya padaku jika kau mau”
Danke..” Ia langsung menyesap kopi pemberian Grace.
Walau sebenarnya mimpi itu tidak bisa dibilang buruk, ia hanya memimpikan lukisan yang ia lihat di pameran kemarin. Ia tidak bertemu setan sama sekali atau pun mimpi dikejar-kejar anjing, hanya saja mimpi itu terasa begitu nyata dan sedikit konyol.
“...hanya mimpi konyol saja, Grace”  Kata Sophie melanjutkan.
Grace lalu mengangkat bahu. “Oh ya, pangeranmu sudah datang dari tadi pagi, ia sedang dilantai dua, sebaiknya kau segera membantunya mencari buku-buku yang di inginkanya”
“Michael?” Kata Sophie setengah berbisik matanya langsung membeliak. Grace  mengangguk dan tersenyum kecil. Sophie terlihat panik, “Oh Grace, apakah wajahku terlihat kacau?” sambil mencoba merapikan rambut dan sweeternya.
“Lumayan beran...” Suara Grace tiba-tiba terhenti, tatapanya langsung tertuju pada pria yang baru saja turun dari lantai dua membawa setumpuk buku dan mengahampiri meja disudut perpustakaan. Pria itu berambut pirang dan bermata biru. Seketika  jantung Sophie berdegup kencang.
“Dia tampan sekali pagi ini. Sayangnya, kau masih belum berani megajaknya berkencan...” Kata Grace sambil tersenyum jahil.

Kencan! Yang benar saja! Mendengarnya saja membuat tubuhnya merinding. Bukannya tak ingin, namun itu akan sulit dilakukan oleh Sophie. Seperti hari-hari sebelumnya, Sophie hanya bisa menatap diam –diam kearah pria itu dari balik mejanya. Ia selalu menunggu. Menunggu pria itu menghampiri meja kerjanya untuk meminta bantuan untuk mencari buku atau hanya sekedar mengurus administrasi, hanya itulah satu-satunya cara Sophie berinteraksi dengan pria yang bernama Michael itu. Sophie menarik nafas dalam, menemukan kenyataan bahwa ia tak punya keberanian lebih lagi.
Namun setalah Sophie sekian menit berkutat dengan keraguanya, akhirnya ia nekad melangkah menghampiri Michael, toh apa salahnya menyapanya terlebih dahulu.  Sedikit gugup, Sophie melangkahkan kakinya mendekat.
Guten Morgen, ada yang bisa saya bantu? Apakah bukunya sudah lengkap?” Sophie berusaha menegur dan mengendalikan rasa gugupnya yang menyerang.
Michael mengangkat kepalanya “Guten Morgen Sophie”  balasnya sambil tersenyum manis. Dan seketika Sophie pun tak percaya, pria di hadapanya itu mengingat namanya.
“...sepertinya sudah cukup..” Kata Michael melanjutkan sambil memeriksa tumpukan buku-buku diatas mejanya.
 “...oh ya, sepertinya aku butuh bantuan yang lain..” Michael tersenyum kembali. Sophie pun menanti harap-harap cemas apa yang dimintanya.
“Ah itu dia..” Michael menunjuk ke arah tangga, disana  seorang pria baru saja turun dari lantai dua. Sophie menoleh kearah yang di tunjukan Michael, namun seketika Sophie pun tertegun bertemu pandang dengan pria bertubuh jangkung dengan rambut pirang agak kecoklatan itu.
“Itu temanku, namanya Erich, sepertinya ia ingin menjadi anggota perpusatakaan dan meminjam beberapa buku” Kata Michael memperkenalkan temannya.
Hallo, Aku ingin meminjam ini...”  Sapa pria itu sambil mengahampirinya dan menyodorkan satu novel kearah Sophie. “...dan aku ingin mendaftar menjadi Anggota. können du mir bitte helfen?
Ja.. sicher” Sophie mengangguk dengan canggung. Lalu beranjak kembali kebalik mejanya dengan wajah bingung dan penuh tanda tanya. Pria itu mengikuti Sophie ke arah meja.
Bitte schön...” Sophie menyodorkan selembar kertas formulir pendaftaran.
Danke schön..” Kata pria itu sambil tersenyum kecil. Pria dengan Bola mata berwarna kehijauan itu berjalan menuju sudut ruangan menghampiri Michael yang sedang asik berkutat dengan buku-bukunya.
Oh mein gott” Grace menyenggol Sophie. Sedari tadi ia memperhatikan Sophie dari balik mejanya. “Lihat temannya Michael tampan juga ya,  jangan-jangan kau tertarik dengannya sampai terus menatapnya?” kata Grace sambil tertawa kecil.
Nein..bukan seperti itu” Sophie mengeleng-geleng “aku seperti pernah melihat orang itu
“Sungguh? Dimana?” tanya Grace penasaran.
“Ya dia adalah pria yang muncul dalam mimpiku semalam” Kata Sophie dalam hati, “Aku tak yakin Grace..”
Dahi Grace mengerut “kau ini aneh sekali...”
“Ya aku memang aneh. Mimpiku lebih aneh lagi Gumam Sophie dalam hati.
###

Dengan menaiki tangga kayu, Sophie merapikan buku-buku yang ada di bagian atas rak. Perpustakaan sedang sepi saat itu, biasanya pada musim dingin pengunjung menurun drastis. Hanya ada beberapa orang yang membaca buku di meja yang tersedia. Sophie mendesah pelan dan melirik jam tangan. Sebentar lagi waktunya jam pulang, perutnya sudah mulai keroncongan.
Tiba tiba seseorang memanggil namanya “Sophie”
Sophie sempat memekik kaget dan hampir terjatuh dari tangga kayu itu, namun ia bisa menyeimbangkan kembali tubuhnya.
Sei vorsichtig!” Kata pria itu.
Aduh..kau mengagetkan ku!” protes Sophie, sambil menuruni tangga kayu itu. Sophie memejamkan mata, menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan pelan, untuk menenangkan diri hampir saja ia terjatuh dan bisa membuat kakinya patah seketika.
Es tut mir leid, aku tidak bermaksud mengagetkanmu. Apakah kau baik-baik saja?” kata pria itu dengan nada suara cemas.
Sophie mengangguk walau tergambar rasa kesal di wajahnya.
“Aku mau mengembalikan novel ini, aku benar-benar minta maaf” pria itu menyodorkan dua buah novel, salah satu novel itu berjudul “Summer is Here” karya penulis terkenal dan salah satu novel favorite Sophie,  ia sudah membacanya lebih dari lima kali.
Lain kali jangan membuatku kaget lagi!Sophie memandang Erich yang bermata hijau itu sekilas. Ia sudah sudah tak memikirkan mimpi itu lagi dan menganggap hanya sebuah kebetulan saja.
Tiba-tiba Sophie menyadari sesuatu, ekspresinya berubah  seketika, rasa kesal karena Erich pun menghilang. Jika ada Erich maka ada Michael pikirnya.  Secara spontan ia melangkah lebar meninggalkan lorong untuk melihat Michael di tempat favoritnya di sudut perpustakaan. Beberapa detik kemudian, sebelum Sophie sampai di ujung lorong, Erich memanggilnya kembali.
“Sophie, tunggu!” melangkah menyusul Sophie. Sophie pun berbalik “Aku tidak bersama Michael hari ini” Kata Erich.
Alis Sophie terangkat. Namun seketika mata Sophie melebar. Ia pasti salah dengar, pria ini berkata apa tadi? Michael? Bagaimana dia bisa tahu? Jantungnya mulai berdebar-debar.
“Michael?” Sophie sebisa mungkin bereskprsi sewajarnya.
 “Ya, temanku. Kau sedang mencarinya kan?” Tebak Erich.
Sophie menggeleng cepat “Tidak! aku ti…”
Kau tidak bisa membohongiku, Aku tahu semuanya” potong Erich. Wajah sophie merah seketika mendengarnya.
Maksudmu? Tahu tentang apa? Memangnya kau peramal ya!?”
Erich menggeleng sambil tertawa kecil “Matamu yang mengatakan segalanya. Kau memang menyukainya”
Sophie mendongak kaget. Apakah Erich memang seorang peramal? Sepertinya begitu walau terdengar konyol.
“Bagaimana kalau kau ikut makan malam denganku dan Michael, ini sudah jam pulang bukan?” Erich melirik jam tanganya.
Alisnya Sophie berkerut bingung. Kepala Sophie tiba-tiba terasa berdenyut-denyut. Apakah dia sudah benar-benar ketahuan oleh Erich?
“Ayolah, hanya makan malam saja, aku berjanji tidak akan mengatakan apa-apa padanya, hanya memberimu kesempatan mengenalnya dan mengobrol lebih banyak lagi ...” sela Erich cepat “...Mau sampai kapan kau hanya menatapnya diam-diam? ini kesempatanmu dan aku akan membantumu, percayalah”
Sophie mengigit bibirnya, mempertimbangkan usul Erich sejenak. Setelah sekian menit berkutat dengan keraguanya, ia pun mengangguk ragu “Baiklah kalau begitu”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar