Senin, 19 Januari 2015

Reva and Jojo's Coffee Shop





Sebelum masuk, Reva mengamati kafe itu sejenak. Tertera tulisan besar warna merah di jendela kaca besar: Jojo Coffee Shop. Segalanya tampak usang. Bangunan ruko mungil berlantai dua itu benar-benar tak terawat, kusen-kusennya rapuh di makan rayap.
Reva memasuki KafĂ© itu dan bel pintu pun berdenting. Ruangan itu nampak kosong, hanya ada beberapa set meja dan kursi yang tertata rapi. Mata Reva mengamati langit-langit kafe itu, dengan beberapa lampu yang mengantung memancarkan cahaya seadanya. Dindingnya bercat putih dan hanya ada beberapa lukisan tua yang menempel, tak ada ornamen atau dekorasi yang berarti. 

“Selamat Pagi Rev?” Seorang laki-laki berwajah tampan tiba-tiba saja datang dari pintu di sudut ruangan.
Reva terperanjat kaget karena sesorang menyebut namanya “Kevin? Kok kamu disini?”
Lelaki jangkung bernama Kevin itu memasang senyum lebar  yang memesona “Silahkan Nona duduk dulu, sebentar ya aku buatkan minum” Kevin menggiring Reva dengan lembut ketempat duduk lalu berjalan menuju counter. Reva Memperhatikan Kevin yang sedang meracik Kopi di balik counter, seolah tak percaya dengan bisa bertemu dengan nya hari ini.

Kevin menahan nampan di lengan kirinya, sedangkan tangan kanannya meletakkan satu gelas Moccacino ke atas meja dengan hati-hati, lalu menarik bangku dan kemudian duduk dengan manis.
“Kok kamu ada disini sih?” Ekspresi bingung masih tergambar di wajah Reva.
Kevin pun terkekeh “Aku sih udah punya feeling kita pasti ketemu”
“Maksud kamu?” Alis Reva terangkat.
“Sebenarnya aku yang telepon kamu kemarin,  terus minta kamu datang kesini” Kevin tersenyum kecil.
“Jadi pak Bagus itu kamu?”
Kevin mengangguk kecil lalu tertawa pelan.
“Aduh, kamu jail banget” Kata Reva gemas. “jadi ini Kafe punya mu??” lanjut Reva
Kevin tersenyum lebar sambil menggeleng   Bukan. Ini kafe orang tuaku”
Reva sedikit takjub, pasalnya Reva mengenal pria tampan ini sebagai seorang pelayan di sebuah kafe yang pernah ia desain di daerah kemang, semenjak itu lah Reva mengenal Kevin yang ramah walau hubungan mereka hanya sebatas pelayan dan pelanggan.
“Terus kenapa kamu kerja jadi pelayan padahal punya kafe sendiri?” tanta reva penasaran.
“Itu sih cuma hobi doang...” Kevin terkekeh tidak serius menjawab pertanyaan Reva. “Iya dehhh… “ Reva pun cemberut lalu menyesap Americano-nya. “Jadi kamu pengen konsep desainya kayak gimana?”
“Aku serahkan semuanya ama kamu Rev, kamu bebas berekspresi” Ucap Kevin dengan yakin.
“Ha?” Reva terperangah,
Kevin lalu menangguk dan tersenyum manis “Aku suka semua kafe-kafe yang pernah kamu desain”
Wajah Reva tiba-tiba tersipu dan sedikit memerah, ia pun  menghabiskan sisa Americano-nya dengan cepat untuk menyembunyikan ekspresinya tersebut “Aku juga suka semua Kopi yang pernah kamu buat” Reva menimpali sambil tertawa. Kevin pun tersenyum lebar.
###
Tiga bulan Kemudian.
Kini Jojo Coffee shop terlihat lebih baru. Desainnya serba mini malis, tapi ada aksen warna-warna hangat, seperti pintu dan kusen berwarna cokelat, poster-poster secangkir kopi yang membuat para pelanggan ingin segera memesannya. Interiornya pun tidak kalah memukau. Dari mulai pencahayaan hingga furniture didesain sesempurna mungkin oleh Reva. Kevin segera tau jika ia memang tidak salah menyerahkan semuanya pada Reva.
Setelah acara pembukaan Jojo Coffee Shop selesai dan para tamu satu persatu meninggalkan kafe, Kevin dan Reva duduk di dekat jendela sambil beristirahat dan sedikit merayakan kerja keras mereka selama tiga bulan dengan  menikmati frozen caramel moccacino  lengkap dengan satu scop es krim vanila disiram dengan saus caramel yang manis. Tanpa banyak basa-basi lagi Reva langsung meneguk kopi favoritnya itu.

“Rev, kamu pasti capek. Sebaiknya kamu-“ Mata Kevin tiba-tiba menatap Reva, lalu tangannya terjulur ke arah wajah Reva, dan ia menyentuh ujung bibir Reva yang terdapat sisa es krim yang menempel.

Wajah Reva menjadi memanas, ia hampir saja tersedak dan  menjatuhkan gelasnya begitu saja. “Makasih” jawab Reva gugup. Kevin tersenyum memamerkan deretan giginya yang sempurna dan penuh karismatik, membuat Reva semakin salah tingkah.

“Aku sering liat kamu jalan ke kafe di kemang sama cowok, kok gak di ajak kesini?” Ucap Kevin tiba-tiba.
“Ha?” Reva sedikit terkejut  “Oh... itu Ben, dia pacarku” lanjut Reva datar.
“Oh..pacarmu ya” Kata Kevin datar dengan ekspresi tak biasa.
“Eh By the way... sebenarnya siapa yang memberi nama Jojo Coffee shop ini?” Tanya Reva mencoba mengganti topik pembicaraan.
“Kedua orang tuaku... Jojo itu artinya Johan dan Joana, diambil dari nama mereka sendiri” Ujar Kevin.
“So sweet banget, lalu orang tua mu sekarang tinggal dimana?” Tanya Reva lagi
“Mereka sudah tidak ada. meninggal karena kecelakaan mobil saat usiaku sepuluh tahun” ujar Kevin diakhiri dengan segurat senyum yang dipaksakan.
“Maaf, aku turut berduka” Ucap Reva penuh nada penyesalan. Reva merasa jadi tidak enak.
“Gak apa, itu sebabnya aku ingin meneruskan usaha mereka sekuat tenagaku, dan itu pun alasan mengapa aku bekerja sebagai seorang pelayan”  Jelas Kevin. Entah apa yang ada dipikiran Kevin. Ia tidak suka terlalu terbuka kepada orang lain. Tapi di depan Reva setiap kata mengalir begitu saja dari mulutnya. Kevin pun menghabiskan sisa frozen caramel moccacino, lalu menatap wajah Reva yang terlihat masih merasa bersalah.
“hari ini aku ulang tahun loh Rev...” Kevin tersenyum. Sekejap Reva pun membelalakan mata.
Serius?”
Kevin mengangguk kecil.
Kalau begitu kita harus rayakan” Reva menggosokan kedua tangannya, bersemangat.
Ia beranjak menuju dapur dan kembali dengan sebuah cupcake yang tertancap lilin yang agak kebesaran. Reva menyanyikan lagu “Happy Birthday” untuk Kevin dengan suara sumbang. Membuat Kevin tak bisa berhenti tertawa mendengarnya. Di penghujung nyanyian Kevin pun meniup lilin tersebut dengan perasaan bahagia.
“Makasih banyak Rev”
“Ulang tahun keberapa?” tanya Reva antusias.
“Tepat ke dua enam” Kevin tersenyum simpul
“Astaga! Ternyata kita seumur” Reva membelalak lagi.
Kevin tertawa lebar “ Aku kira kamu lebih senior dariku
Reva mengerutkan kening sambil berkacak pinggang “ Senior? jadi maksudmu aku terlihat lebuh tua?”
Kevin pun kembali tertawa “Aku gak bilang ‘tua’ loh, hanya senior”
“Apa bedanya?” Reva pun jadi ikut tertawa melihat Kevin
Namun tawa mereka pun berhenti ketika sebuah mobil Land Cruiser parkir di depan Jojo Cofee Shop. Si pemilik mobil itu tidak turun dari mobilnya, ia hanya menurunkan jendela kaca mobilnya lalu membunyikan klakson.
Otomatis Reva beranjak dari tempat duduknya dan bergegas menyambar tas nya  “Ben sudah menjemputku, aku pergi dulu, makasih kopi nya, dan sekali lagi selamat ulang tahun” Reva berbicara dengan terburu-buru.
Kevin memandang kearah mobil berwarna hitam itu, sampai wanita mungil itu menaiki mobil, ia melihat pria itu memberi ciuman di pipi sebelah kanan Reva. Kevin pun berbalik badan dengan mulut terkunci.
###
Jam tangan Reva menunjukkan pukul 10, sudah terlalu larut untuk makan malam. Reva mengunyah french fries-nya dengan malas. Di depannya, Ben memotong-motong steak tenderloin-nya menjadi potongan kecil.
“Kamu gak harus kerja sampai malam-malam gini” kata Ben dingin.
“Aku nggak lagi kerja kok, sudah kubilang aku cuma datang  ke opening nya Kafe baru itu” Dahi Reva berkerut.
“Aku kayaknya sering liat cowok tadi yang ada di kafe itu”
“Dia itu tadinya pelayan kafe yang sering kita datengin itu loh...sekarang dia punya kafe sendiri..hebat kan.” Kata Reva dengan nada bangga.
Biasa aja, dan aku gak suka gerak-gerik dia!” kata Ben ketus.
“Gak perlu sewot kayak gitu, kenapa harus gak suka?” sahut Reva, lalu menatap Ben.
“Tentu saja aku sewot! Aku gak suka aja! Pokoknya kamu gak usah deket-deket lagi!” Kata Ben marah.
“Kamu tuh kayak anak kecil, larang-larang orang seenaknya. Kamu cemburu?” Tanya Reva dingin.
“Sudah kubilang, Aku -” Ben mencoba menjelaskan.
“Cukup!” Potong Reva, Kesal.  “... aku mau pulang aja” Reva menghela napas. Ia mengelap mulutnya dengan serbet, mengambil tas, dan pergi meninggalkan Ben tanpa berkata apa-apa.
“Reva!” Ben berteriak. Beberapa orang pelanggan restoran itu menoleh.
Dalam lift yang membawanya turun. Reva tak berhenti menggerutu dalam hati atas sikap Ben yang seperti anak kecil. Akhir-akhir topik pembicaraan mereka mulai tidak menarik dan membosankan dan malah berakhir dengan pertengkaran.
Pintu lift terbuka. Reva melangkah keluar. Di sebelah sisi kiri lift terdapat toko yang menjual barang-barang pecah seperti gelas dan piring-piring. Reva tertarik dengan sebuah mug lucu yang dipajang di etalase di pada bagian depan took itu. Tanpa disadarinya Reva tersenyum lebar sambil memasuki toko tersebut.
###
Sore itu sehabis hujan lebat, matahari kembali menampakan dirinya dari balik awan yang kini telah berwarna cerah kembali. Kevin sedang membersihkan jendela yang basah karena cipratan air hujan, walau kini ia mempunyai dua orang karyawan baru di Kafenya tesebut.
“KEVIN!”
Suara yang ia kenal, nada ceria yang ia hafal. “Hai, Rev” Kevin tersenyum, lalu Dahi Kevin mengerut seketika “Kamu kenapa?”.
Reva terlihat basah kuyup, walau senyum mengembang diwajah Reva, namun nampak jelas seluruh tubuhnya bergetar karena kedinginan. Tanpa pikir panjang Kevin meraih lengan Reva yang mungil, dan menuntunya memasuki kafe. Beberapa kepala menoleh menatap mereka.
“Hot Chocholate, dua ya, antar ke atas” perintah Kevin kepada karywan barunya itu.
Di lantai dua, Kevin memberi Reva handuk beserta kaos untuk mengganti pakainnya yang basah. Lalu Kevin kembali ke lantai dasar untuk mengambil cokelat panas dan sesaat kemudian ia sudah kembali bersaa dua cangkir coklat panas di kedua tangannya.
“Kenapa bisa hujan-hujanan sih?” Tanya Kevin, sambil menaruh dua gelas cokelat panas di atas meja.
Air masih menetes dari rambut Reva, membasahi kaos Hard Rock Cafe yang terlihat kebesaran untuk tubuhnya yang mungil. Kevin pun mencoba membantu mengeringkan rambut Reva dengan handuk. Kini mereka berhadap-hadapan. Aroma parfum Caiman rouge menguar dari tubuh Kevin, sebersit perasaan aneh menyusupi hati Reva.
“Tadinya aku mau jalan ama Ben, tapi ga jadi...lalu kuputuskan untuk berjalan kaki ke kafe mu...” Reva menengadah menatap wajah Kevin yang bersih dan terawat itu, lalu menghentikan tangan Kevin yang masih menggosok rambutnya dengan handuk, lalu meraih tas nya.
“Ini ada hadiah buat kamu” Reva mengeluarkan sebuah kotak yang tebungkus kertas kado yang sedikit basah. Kevin terdiam. Kehilangan kata-kata “Makasih. Rev,” Ucap Kevin setengah berbisik.
Reva tersenyum kecil. Namun, dalam hitungan detik senyumannya sirna. Tiba-tiba Kevin mendekapnya, kini seluruh tubuh Reva menjadi kaku dan jantungya berdebar amat kencang seperti ingin keluar dari rongganya. Perlahan, Kevin melepaskan rangkulannya.
“Besok aku mau adain pesta kecil-kecilan, aku pengen kamu datang” kata Kevin dengan nada bersemangat.
Reva hanya sanggup mengangguk, seluruh tubuhnya masih kaku dan hatinya masih berdentum kencang tak karuan.
###
Sore itu Reva merasa jengkel kepada Ben yang tak mau beranjak pulang. Hampir seharian Ben nongkrong di kosan Reva.
“Yang, kamu gak mau pulang dulu?” Reva memberanikan diri bertanya pada Ben yang sedang asik main game di smartphone-nya.
“Kenapa emang? Kamu gak suka aku disini ya?” Kata Ben datar.
“Bukan gitu, aku mau keluar ada acara ke ulang tahun temen, aku takut kamu bete aja disini sendirian”
“Oh...mau kemana?” Ben masih menatap layar smartphone-nya
“Ke Jojo Coffee Shop, Kevin undang aku ke ulang tahunnya” Ucap Reva ragu-ragu. Ia tidak pandai berbohong.
“Oke, kalo gitu aku ikut” Ben langsung beranjak dari sofa dan mengambil kunci mobilnya di meja.
Sial! Reva merasa upaya mengusir Ben dari kosan itu gagal, dan fatalnya Ben memutuskan ikut dengan Reva ke Jojo Coffee Shop.
“Bukannya kamu gak suka ama dia?” Tanya Reva spontan.
“Karena waktu itu kamu marah-marah. So, aku nyoba ngertiin kamu, dari pada berantem kayak kemaren aku mending ikut” Ben tersenyum tipis.
“Oke, terserah kamu aja” Reva berusaha terdengar setenang mungkin. Walau sekejap fantasi Reva porak poranda ia hanya bisa mengunci mulutnya rapat-rapat menyembunyikan rasa kesalnya. Ia tak ingin Ben mencurigai dirinya
Sesampainya di Jojo Coffee Shop, Reva turun dari mobil Ben dengan sedikit semangat. Dengan adanya Ben disisinya, ruang gerak Reva mendekati Kevin akan terbatas. Mata Ben tak akan lepas memperhatikan gerak-geriknya dan akan membuat Reva tidak nyaman.
Jojo Coffee shop nampak ramai dengan dentuman musik DJ yang menggema, semua bangku hampir terisi dan di dominasi oleh tamu laki-laki, di belakang counter berdiri Kevin mengenakan kemeja hitam dengan lengan tergulung dan sangat pas dibadannya yang bidang, rambutnya tertata rapi dan tak lupa ia slalu mengumbar senyumnya yang mempesona yang bisa membuat wanita manapun meleleh seketika.
Kevin memamerkan senyum lebar ke arah Reva dan Ben yang baru datang, dan menghampiri mereka berdua. Kevin menyalami Ben dengan sangat sopan dan santun serta  mempersilahkan  mereka duduk.
“Mau minum kopi apa Ben dan Rev?” Kata Kevin dengan antusias.
“Espresso Macchiato saja dua” Kata Ben singkat tanpa memandang wajah Kevin. Reva melihat seperti ada yang salah dengan Ben. Ben seperti tidak nyaman duduk berlama-lama disini.
“Aku gak suka cara dia natap ...” kata Ben tiba-tiba.
“Ha?” Nampaknya reva tak mendengar suara Ben karena, tersaingi dengna music yang menggema. Reva harus mencondongkan kepala ke arah Ben
“ ...Aku udah curiga dari dulu ama dia, makanya aku bilang gak suka, Aku gak nyaman ...” Ben berbicara dekat telinga Reva.
“Temen kamu itu kayaknya Gay!”
“He?” Reva terkejut mendengarnya. “Jangan sembarangan, kalo cemburu gak usah ngarang gitu”  timpal Reva dengan ketus.
“Coba kamu perhatiin aja mereka” Kata Ben kesal sambil menujuk ke arah para tamu yang lain.
Reva memandang sekelilingnya dan memperhatikan tamu-tamu yang datang. Terbersit perasaan aneh, ada atmosfir yang berbeda yang Reva tidak pernah rasakan sebelumnya, ia merasa asing. Hampir semua tamunya laki-laki dan berpasang-pasangan. Gerak gerik mereka terlihat aneh dan membuat tidak nyaman.
Kevin datang dengan nampan berisi dua gelas Espresso Macchiato dan dua piring Chesee Cake, ia menaruh di meja dengan hati-hati, wajah selalu tersenyum lebar.
“Silahkan diminum” Kevin mempersilahkan Ben untuk meminumnya dengan nada riang, sementara tangannya mengelus elus bahu Ben.
Tenggorokan Reva pun tercekat.
-The End-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar