Sebelum masuk,
Reva mengamati kafe itu sejenak. Tertera tulisan besar warna merah di jendela
kaca besar: Jojo Coffee Shop. Segalanya
tampak usang. Bangunan ruko mungil berlantai dua itu benar-benar tak terawat,
kusen-kusennya rapuh di makan rayap.
Reva memasuki Kafé itu dan bel
pintu pun berdenting.
Ruangan itu nampak
kosong, hanya ada beberapa
set meja dan kursi yang tertata rapi. Mata Reva mengamati langit-langit kafe itu, dengan beberapa lampu yang mengantung
memancarkan cahaya seadanya. Dindingnya
bercat putih dan hanya ada beberapa lukisan tua yang
menempel, tak ada ornamen atau dekorasi yang berarti.
“Selamat Pagi Rev?” Seorang
laki-laki berwajah tampan tiba-tiba
saja datang dari pintu di sudut ruangan.
Reva terperanjat kaget karena
sesorang menyebut namanya “Kevin? Kok kamu disini?”
Lelaki jangkung bernama Kevin itu
memasang senyum lebar yang memesona “Silahkan
Nona duduk dulu, sebentar ya aku buatkan minum” Kevin menggiring Reva dengan
lembut ketempat duduk lalu berjalan
menuju counter. Reva
Memperhatikan Kevin yang sedang meracik Kopi di balik counter, seolah tak
percaya dengan bisa bertemu dengan nya hari ini.
Kevin menahan nampan di lengan
kirinya, sedangkan tangan kanannya meletakkan satu gelas Moccacino ke atas meja dengan hati-hati, lalu menarik bangku dan
kemudian duduk dengan manis.
“Kok kamu ada disini sih?” Ekspresi
bingung masih tergambar di wajah
Reva.
Kevin pun terkekeh “Aku sih udah
punya feeling kita pasti ketemu”
“Maksud kamu?” Alis Reva terangkat.
“Sebenarnya aku yang telepon kamu kemarin, terus minta kamu datang kesini” Kevin tersenyum
kecil.
“Jadi pak Bagus itu kamu?”
Kevin mengangguk
kecil lalu tertawa pelan.
“Aduh, kamu
jail banget” Kata Reva gemas. “jadi ini Kafe punya mu??” lanjut Reva
Kevin tersenyum
lebar sambil menggeleng “ Bukan. Ini kafe orang tuaku”
Reva sedikit takjub, pasalnya
Reva mengenal pria tampan ini sebagai seorang pelayan di sebuah kafe yang
pernah ia desain di daerah kemang, semenjak itu lah Reva mengenal Kevin yang
ramah walau hubungan mereka hanya sebatas pelayan dan pelanggan.
“Terus kenapa kamu kerja jadi
pelayan padahal punya kafe sendiri?” tanta reva penasaran.
“Itu sih cuma hobi doang...” Kevin terkekeh
tidak serius menjawab pertanyaan Reva. “Iya dehhh… “ Reva pun cemberut lalu menyesap Americano-nya. “Jadi kamu pengen
konsep desainya kayak gimana?”
“Aku serahkan semuanya ama kamu
Rev, kamu bebas berekspresi” Ucap Kevin dengan yakin.
“Ha?” Reva terperangah,
Kevin lalu menangguk dan tersenyum
manis “Aku suka semua kafe-kafe yang pernah kamu desain”
Wajah Reva tiba-tiba tersipu dan
sedikit memerah, ia pun menghabiskan
sisa Americano-nya dengan cepat untuk
menyembunyikan ekspresinya tersebut “Aku juga suka semua Kopi yang pernah
kamu buat” Reva menimpali sambil tertawa. Kevin pun tersenyum lebar.
###
Tiga bulan Kemudian.
Kini Jojo
Coffee shop terlihat lebih baru. Desainnya serba mini malis, tapi ada aksen
warna-warna hangat, seperti pintu dan kusen berwarna cokelat, poster-poster secangkir kopi yang
membuat para pelanggan ingin segera memesannya. Interiornya pun tidak kalah
memukau. Dari mulai pencahayaan hingga furniture didesain sesempurna mungkin oleh Reva. Kevin
segera tau jika ia memang tidak salah menyerahkan semuanya pada Reva.
Setelah acara pembukaan Jojo Coffee Shop selesai
dan para tamu satu persatu meninggalkan kafe, Kevin dan Reva duduk di dekat
jendela sambil beristirahat dan sedikit merayakan kerja keras
mereka selama tiga bulan dengan menikmati
frozen caramel moccacino lengkap dengan satu scop es krim vanila
disiram dengan saus caramel yang manis. Tanpa banyak basa-basi lagi Reva
langsung meneguk kopi favoritnya itu.
“Rev, kamu pasti capek. Sebaiknya kamu-“ Mata
Kevin tiba-tiba menatap Reva, lalu tangannya terjulur ke arah wajah Reva, dan
ia menyentuh ujung bibir Reva yang terdapat sisa es krim yang menempel.
Wajah Reva menjadi memanas, ia hampir saja tersedak dan menjatuhkan gelasnya begitu saja. “Makasih” jawab Reva
gugup. Kevin tersenyum memamerkan deretan giginya yang sempurna dan penuh
karismatik, membuat Reva semakin salah tingkah.
“Aku sering
liat kamu jalan ke kafe di kemang sama cowok, kok gak di ajak kesini?” Ucap
Kevin tiba-tiba.
“Ha?” Reva
sedikit terkejut “Oh... itu Ben, dia
pacarku” lanjut Reva datar.
“Oh..pacarmu
ya” Kata Kevin datar dengan ekspresi tak biasa.
“Eh By the way... sebenarnya siapa yang
memberi nama Jojo Coffee shop ini?” Tanya Reva mencoba mengganti topik pembicaraan.
“Kedua orang
tuaku... Jojo
itu artinya Johan dan Joana, diambil dari nama mereka sendiri” Ujar Kevin.
“So sweet banget, lalu orang tua mu
sekarang tinggal dimana?” Tanya Reva lagi
“Mereka sudah
tidak ada. meninggal
karena kecelakaan mobil saat usiaku sepuluh tahun” ujar Kevin diakhiri dengan
segurat senyum yang dipaksakan.
“Maaf, aku
turut berduka” Ucap Reva penuh nada penyesalan. Reva merasa
jadi tidak enak.
“Gak apa, itu
sebabnya aku ingin meneruskan usaha mereka sekuat tenagaku, dan itu pun alasan
mengapa aku bekerja sebagai seorang pelayan”
Jelas Kevin. Entah apa yang ada dipikiran Kevin. Ia tidak suka terlalu
terbuka kepada orang lain. Tapi di depan Reva setiap kata mengalir begitu saja
dari mulutnya. Kevin pun
menghabiskan sisa frozen caramel moccacino,
lalu menatap wajah Reva yang
terlihat masih merasa bersalah.
“hari ini aku
ulang tahun loh
Rev...” Kevin tersenyum. Sekejap Reva pun membelalakan mata.
“Serius?”
Kevin mengangguk kecil.
“Kalau begitu kita harus rayakan” Reva
menggosokan kedua tangannya, bersemangat.
Ia beranjak
menuju dapur dan kembali dengan sebuah cupcake yang tertancap lilin yang agak kebesaran. Reva
menyanyikan lagu “Happy Birthday”
untuk Kevin dengan suara sumbang.
Membuat Kevin tak bisa berhenti tertawa mendengarnya. Di
penghujung nyanyian Kevin pun meniup lilin tersebut dengan
perasaan bahagia.
“Makasih
banyak Rev”
“Ulang tahun
keberapa?” tanya Reva antusias.
“Tepat ke dua
enam” Kevin tersenyum simpul
“Astaga! Ternyata
kita seumur” Reva membelalak lagi.
Kevin tertawa
lebar “ Aku kira kamu lebih senior dariku”
Reva mengerutkan kening sambil berkacak pinggang “ Senior? jadi maksudmu
aku terlihat lebuh tua?”
Kevin pun kembali tertawa “Aku gak bilang ‘tua’ loh, hanya senior”
“Apa bedanya?” Reva pun jadi ikut tertawa melihat Kevin
Namun tawa mereka pun berhenti ketika sebuah
mobil Land Cruiser parkir di depan Jojo Cofee Shop. Si pemilik mobil itu
tidak turun dari mobilnya, ia hanya menurunkan jendela kaca mobilnya lalu
membunyikan klakson.
Otomatis Reva
beranjak dari tempat duduknya dan bergegas menyambar tas nya “Ben sudah menjemputku, aku pergi dulu, makasih
kopi nya, dan sekali lagi selamat ulang tahun” Reva berbicara dengan
terburu-buru.
Kevin
memandang kearah mobil berwarna hitam itu, sampai wanita mungil itu menaiki
mobil, ia melihat pria itu memberi ciuman di pipi sebelah kanan Reva. Kevin pun
berbalik badan dengan mulut terkunci.
###
Jam
tangan Reva menunjukkan pukul 10, sudah terlalu larut untuk makan malam. Reva
mengunyah french fries-nya dengan malas. Di depannya, Ben
memotong-motong steak tenderloin-nya menjadi potongan kecil.
“Kamu
gak harus kerja sampai malam-malam gini” kata Ben dingin.
“Aku
nggak lagi kerja kok,
sudah kubilang aku cuma
datang ke opening nya Kafe baru
itu” Dahi
Reva berkerut.
“Aku
kayaknya sering liat cowok tadi yang ada di kafe itu”
“Dia
itu tadinya pelayan kafe yang sering kita datengin itu loh...sekarang dia punya
kafe sendiri..hebat kan.” Kata Reva dengan nada bangga.
“Biasa aja,
dan aku gak suka gerak-gerik dia!”
kata Ben ketus.
“Gak
perlu sewot kayak gitu, kenapa harus gak suka?” sahut Reva, lalu menatap Ben.
“Tentu
saja aku sewot! Aku gak suka aja! Pokoknya kamu gak usah deket-deket lagi!”
Kata Ben marah.
“Kamu
tuh kayak anak kecil, larang-larang orang seenaknya. Kamu cemburu?” Tanya Reva
dingin.
“Sudah
kubilang, Aku -” Ben mencoba menjelaskan.
“Cukup!”
Potong Reva, Kesal. “...
aku mau
pulang aja” Reva menghela napas. Ia mengelap mulutnya dengan
serbet,
mengambil tas, dan pergi meninggalkan Ben tanpa berkata apa-apa.
“Reva!”
Ben berteriak. Beberapa orang pelanggan restoran itu menoleh.
Dalam
lift yang membawanya turun. Reva tak berhenti menggerutu dalam hati atas sikap
Ben yang seperti anak kecil. Akhir-akhir topik pembicaraan mereka mulai tidak menarik
dan membosankan dan malah berakhir dengan pertengkaran.
Pintu
lift terbuka. Reva melangkah keluar. Di sebelah sisi kiri lift terdapat
toko yang menjual barang-barang pecah seperti gelas dan piring-piring. Reva tertarik
dengan sebuah mug lucu yang dipajang di etalase di pada bagian depan took itu. Tanpa disadarinya
Reva
tersenyum lebar sambil memasuki toko tersebut.
###
Sore
itu sehabis hujan lebat, matahari kembali menampakan dirinya dari balik awan
yang kini telah berwarna cerah kembali. Kevin sedang membersihkan jendela yang
basah karena cipratan air hujan, walau kini ia mempunyai dua orang karyawan
baru di Kafenya tesebut.
“KEVIN!”
Suara
yang ia kenal, nada ceria yang ia hafal. “Hai, Rev” Kevin tersenyum, lalu Dahi
Kevin mengerut seketika “Kamu kenapa?”.
Reva
terlihat basah kuyup, walau senyum mengembang diwajah Reva, namun nampak jelas
seluruh tubuhnya bergetar karena kedinginan. Tanpa pikir panjang Kevin meraih
lengan Reva yang mungil, dan menuntunya memasuki kafe. Beberapa kepala menoleh
menatap mereka.
“Hot
Chocholate, dua ya, antar ke atas” perintah Kevin kepada karywan barunya itu.
Di
lantai dua, Kevin memberi Reva handuk beserta kaos untuk mengganti pakainnya yang
basah. Lalu Kevin kembali ke lantai dasar untuk mengambil cokelat panas dan
sesaat kemudian ia sudah kembali bersaa dua cangkir coklat panas di kedua
tangannya.
“Kenapa
bisa hujan-hujanan sih?” Tanya Kevin, sambil menaruh dua gelas cokelat panas di
atas meja.
Air
masih menetes dari rambut Reva, membasahi kaos Hard Rock Cafe yang terlihat kebesaran untuk tubuhnya yang mungil.
Kevin pun mencoba membantu mengeringkan rambut Reva dengan handuk. Kini mereka
berhadap-hadapan. Aroma parfum Caiman
rouge menguar dari tubuh Kevin, sebersit perasaan aneh menyusupi hati Reva.
“Tadinya
aku mau jalan ama Ben, tapi ga jadi...lalu kuputuskan untuk berjalan kaki ke
kafe mu...” Reva menengadah menatap wajah Kevin yang bersih dan terawat itu,
lalu menghentikan tangan Kevin yang masih menggosok rambutnya dengan handuk,
lalu meraih tas nya.
“Ini
ada hadiah buat kamu” Reva mengeluarkan sebuah kotak yang tebungkus kertas kado
yang sedikit basah. Kevin terdiam. Kehilangan kata-kata “Makasih. Rev,” Ucap
Kevin setengah berbisik.
Reva
tersenyum kecil. Namun, dalam hitungan detik senyumannya sirna. Tiba-tiba Kevin
mendekapnya, kini seluruh tubuh Reva menjadi kaku dan jantungya berdebar amat
kencang seperti ingin keluar dari rongganya. Perlahan, Kevin melepaskan
rangkulannya.
“Besok aku mau
adain pesta kecil-kecilan, aku pengen kamu datang” kata Kevin dengan nada
bersemangat.
Reva hanya sanggup mengangguk, seluruh tubuhnya masih kaku dan hatinya
masih berdentum kencang tak karuan.
###
Sore itu Reva
merasa jengkel kepada Ben yang tak mau beranjak pulang. Hampir seharian Ben nongkrong
di kosan Reva.
“Yang, kamu
gak mau pulang dulu?” Reva memberanikan diri bertanya pada Ben yang sedang asik
main game di smartphone-nya.
“Kenapa emang?
Kamu gak suka aku disini ya?” Kata Ben datar.
“Bukan gitu,
aku mau keluar ada acara ke ulang tahun temen, aku takut kamu bete aja disini
sendirian”
“Oh...mau
kemana?” Ben masih menatap layar smartphone-nya
“Ke Jojo Coffee Shop, Kevin undang aku ke
ulang tahunnya” Ucap Reva ragu-ragu. Ia tidak pandai berbohong.
“Oke, kalo
gitu aku ikut” Ben langsung beranjak dari sofa dan mengambil kunci mobilnya di
meja.
Sial! Reva
merasa upaya mengusir Ben dari kosan itu gagal, dan fatalnya Ben memutuskan
ikut dengan Reva ke Jojo Coffee Shop.
“Bukannya kamu
gak suka ama dia?” Tanya Reva spontan.
“Karena waktu itu kamu marah-marah.
So, aku nyoba ngertiin kamu, dari pada berantem kayak kemaren aku mending ikut”
Ben tersenyum tipis.
“Oke, terserah
kamu aja” Reva berusaha terdengar setenang mungkin. Walau sekejap fantasi Reva
porak poranda ia hanya bisa mengunci mulutnya rapat-rapat menyembunyikan rasa
kesalnya. Ia tak ingin Ben mencurigai dirinya
Sesampainya di
Jojo Coffee Shop, Reva turun dari
mobil Ben dengan sedikit semangat. Dengan adanya Ben disisinya, ruang gerak
Reva mendekati Kevin akan terbatas. Mata Ben tak akan lepas memperhatikan
gerak-geriknya dan akan membuat Reva tidak nyaman.
Jojo Coffee shop
nampak ramai dengan dentuman musik DJ yang menggema, semua bangku hampir
terisi dan di dominasi oleh tamu laki-laki, di belakang counter berdiri Kevin mengenakan kemeja hitam dengan lengan
tergulung dan sangat pas dibadannya yang bidang, rambutnya tertata rapi dan tak lupa ia slalu mengumbar senyumnya yang mempesona
yang bisa membuat wanita manapun meleleh seketika.
Kevin
memamerkan senyum lebar ke arah Reva dan Ben yang baru datang, dan menghampiri mereka berdua. Kevin
menyalami Ben dengan sangat sopan dan santun serta mempersilahkan mereka duduk.
“Mau minum kopi
apa Ben dan Rev?” Kata Kevin dengan antusias.
“Espresso
Macchiato saja dua” Kata Ben singkat tanpa memandang wajah Kevin. Reva melihat seperti ada yang salah dengan
Ben. Ben seperti tidak nyaman duduk
berlama-lama disini.
“Aku gak suka
cara dia natap ...” kata Ben tiba-tiba.
“Ha?” Nampaknya reva tak mendengar suara Ben karena, tersaingi dengna music
yang menggema. Reva harus mencondongkan kepala ke
arah Ben
“ ...Aku udah
curiga dari dulu ama dia, makanya aku bilang gak suka, Aku gak nyaman ...” Ben
berbicara dekat telinga Reva.
“Temen kamu
itu kayaknya Gay!”
“He?” Reva
terkejut mendengarnya. “Jangan sembarangan, kalo cemburu gak usah ngarang gitu”
timpal Reva dengan ketus.
“Coba kamu
perhatiin aja mereka” Kata Ben kesal sambil menujuk ke arah para tamu yang
lain.
Reva memandang
sekelilingnya dan
memperhatikan tamu-tamu yang datang. Terbersit perasaan aneh, ada atmosfir yang
berbeda yang Reva tidak pernah rasakan sebelumnya, ia merasa asing. Hampir
semua tamunya laki-laki dan berpasang-pasangan. Gerak gerik mereka terlihat
aneh dan membuat tidak nyaman.
Kevin datang
dengan nampan berisi dua gelas Espresso
Macchiato dan dua piring Chesee Cake,
ia menaruh di meja dengan hati-hati, wajah selalu tersenyum lebar.
“Silahkan
diminum” Kevin mempersilahkan Ben untuk meminumnya dengan nada riang, sementara
tangannya mengelus elus bahu Ben.
Tenggorokan
Reva pun tercekat.
-The
End-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar