Selasa, 27 Januari 2015

Summer is Here ... Part 2

Sophie menoleh kearah meja didekat jendela Cafe itu, Ada seorang laki-laki berambut pirang disana berbicara kepada seorang pelayan. Mendadak saja jantungnya jadi berdebar keras dan tangannya berkeringat.
Erich menoleh kearah Sophie yang sedang mengamati Michael lalu tersenyum samar lalu menggiring Sophie menghampiri Michael yang masih berkutat dengan menu makanan. Mendengar suara langkah mendekat, Michael mengangkat kepalanya lalu mata birunya langsung tertuju pada Sophie dan senyumnya pun langsung mengembang. Kilatan mata serta senyum maut membuat sekujur tubuh Sophie mematung.

“Kau tidak keberatan kan aku mengajaknya makan malam?” Tanya Erich.
“Tentu saja tidak, dengan senang hati,jawab Michael, “Senang melihatmu Sophie.” Michael tersenyum lagi.
Sophie mengerjap dan buru-buru menjawab, “Terimakasih, senang melihatmu juga,” -hening sejenak dan seolah sedang mengumpulkan nyali untuk bertanya - “aku jarang melihat mu keperpustakaan lagi.” kata-kata Sophie bergetar saking gugupnya, senyumnya terlihat kaku.
“Ah ya, akhir-akhir ini aku sibuk dengan urusanku di kampus, jadi aku tak sempat berkunjung.” Kata Michael.
Sophie mengangguk seolah baru saja mengetahuinya, padahal ia sudah tahu hal tersebut dari Erich. Erich menceritakan banyak hal tentang Michael saat diperjalanan. Ia menceritakan bahwa Michael adalah anak tunggal dan seorang mahasiswa yang mengambil studi masternya di bidang ekonomi di salah satu Universitas negri di kota itu.
Erich melirik Sophie dan menyadari rasa gugup yang dialamai gadis itu. Erich pun menarik kursi disebelahnya dan mempersilahkan Sophie duduk, lalu memegang pundak Sophie dengan lembut sambil bergumam “Santai dan duduklah dengan manis!”
“Kau mau pesan apa? Disini Lasagna-nya yang paling enak.” Michael kembali menoleh kearah Sophie.
“Kalo begitu, aku pesan Lasagna,” Kata Sophie mencoba bersikap santai.
“Tambahkan satu Lasagna, kentang dan Mitternachsuppe” Kata Erich kepada pelayan.

Selama makan malam bersama itu, Sophie merasa tenggelam dalam mata biru Michael. Ia tidak bisa melakukan apa-apa selain memandangi wajah pria dihadapannya itu, mendengarkan setiap perkataannya dan seolah suara pria itu menyihirnya. Kini Ia bisa melihat bagaimana pria yang dikaguminya itu berbicara banyak hal bahkan tertawa. Sesuatu yang tak pernah bisa Sophie bayangkan sebelumnya.
Malam itu sungguh malam yang indah bagi Sophie, tak hanya makan malam, Erich membuat Michael mengantarkan Sophie pulang malam itu.
“Maafkan aku Sophie, seharusnya aku yang mengantarkanmu pulang tapi aku harus pergi sekarang” tiba-tiba Erich mengarang sebuah alasan.
“Tidak perlu, aku bisa pulang sendiri,” Kata Sophie.
Tidak! Michael kau harus mengantarkannya untukku. Oke?”
“Tentu.” Kata Michael singkat.
Aku rasa, Ti” kata-kata Sophie terhenti ketika melihat mata Erich yang melotot lalu mengerling seolah berkata ‘Bodoh! menurut saja!
Sophie pun mendesah dalam hati. Astaga, Erich terlalu berlebihan, mengajaku makan malam saja sudah cukup. Sophie pun tersenyum ringan “Baiklah jika Michael tidak keberatan,Ucap Sophie ragu.
Akhirnya Sophie menuruti apa kata Erich, Michael mengantarkan Sophie menggunakan mobilnya. Sepanjang perjalanan mereka berbincang dan Sophie selalu membujuk agar jantungnya segera tenang. Sesampainya di tempat tidur, jantung Sophie masih berdebar dan wajahnya merah padam, tidak diragukan lagi malam ini adalah malam paling menyenangkan dihidup Sophie.
###

Hari sabtu adalah hari yang indah, setidaknya itu yang dipikirkan Sophie. Meskipun suhu udara sangat dingin mengigit, langit sangat mendung dan salju terus turun. Sophie merasa hari-harinya di musim dingin kali ini sangat  menyenangkan.
Bagaimana tidak? Dalam sebulan ini ia sering makan malam bersama Micahel dan Erich. Tidak hanya itu mereka terkadang menonton film dan konser music bersama, bahkan bermain Ski bersama.
Alasan lainnya adalah Michael selalu mengantarnya pulang ketika mereka selesai makan malam atau nonton bersama. Dan itu memberi kesempatan kepada dirinya untuk lebih mengenal Michael atau sekedar ingin bersamanya.
Dan ia merasa dunianya telah berubah. Sophie meninggalkan dirinya yang dulu penyendiri dan hanya berteman dengan buku-buku tebalnya. Dulu Ia sangat membenci musim dingin yang membuat dirinya merasa semakin kesepian karena tak banyak aktifitas yang bisa ia lakukan di musim itu selain bekerja dan membaca buku. Sophie menyadari menghabiskan waktu bersama Erich dan Michael, ia mendapati  dirinya sering tertawa dan mengalami hal-hal baru yang paling menyenangkan.

Pagi itu Sophie sedang memandang layar ponselnya, Erich sudah mengintrogasinya memalui SMS. Sophie pun tersenyum membacanya SMS-SMS Erich.
Bagaimana semalam? Dia tidak menurunkanmu ditengah perjalanan kan?

Tentu saja tidak. Kemarin malam sangat menyenangkan. Terimakasih telah mengajak makan malam bersama Michael lagi.

Satu menit kemudian balasan dari Erich tiba. Sophie kembali menatap layar ponselnya.

Itu tidak gratis, kau harus mentraktirku makan malam!:D 

Tentu! J.
Malam ini, kita bertemu di halte bus dekat perpustakaanmu, banyak hal yang akan aku ceritakan tentang Michael jika kau mentraktirku makan malam yang mahal  haha :D

Oke. Deal. Sampai ketemu nanti malam.

Hidangan Wiener schnitzel telah membuat perut Sophie dan Erich kekenyangan malam itu, sehingga mereka berjalan perlahan menyusuri trotoar yang membeku menuju gedung tempat tinggal Sophie. Sophie melilitkan syalnya merahnya rapat-rapat, ia mendapati dirinya menggigil dan Erich memasukan lengannya ke dalam saku mantelnya.

“Ah! aku merindukan musim panas, seperti dalam novel itu,gumam Erich.

“Ah! kau menyukainya juga?” Kata Sophie dari balik syalnya.
“Lumayan. Michael meminjamkannya padaku dan sepertinya kau sangat menyukai novel itu. aku bisa melihat namamu memenuhi daftar peminjam buku,” kata Erich terkekeh.
Sophie tertawa kecil. “Ya, aku sangat menyukainya.”
Akhirnya mereka tiba di depan gerbang apartemen Sophie. Erich mengeluarkan tangannya dari saku. Lalu menyodorkan secarik kertas.
ini! Karena kau benar-benar mentraktirku makanan enak.”
Sophie mengangkat alis melihat secarik kertas yang tertera sederet nomor, itu nomor ponsel Michael. Sophie pun mendongak menatap wajah Erich dengan tatapan bertanya.
“Aku memberikannya padamu, karena Michael meminta nomor ponselmu padaku tadi siang,” Jelas Erich.
Sophie menatap tak mengerti.Maksudmu? Dia meminta nomor ponselku?”
Erich mengangguk kecil. “Kabar baik bukan? Sepertinya dia mulai tertarik padamu, semoga kau senang,”
Sophie menatap wajah Erich yang masih tersenyum dengan ekspresi tak percaya. Namun perlahan bibir Sophie ikut tersenyum, ia terlihat gembira. Ia tak percaya kemajuan mendekati Michael begitu pesat.
“Sebaiknya kau segera masuk,” kata Erich sambil meniupi tangannya yang kedinginan.
Sophie menoleh kearaha Erich dan berkata,kenapa kau membantuku mendekati Michael?” Sudah lama Sophie ingin bertanya.
Erich balas mentapnya dan mengangkat alisnya. “Hm?”
“Kenapa kau bersikap baik padaku?”
“Ah, itu. Sederhana saja. Aku sahabatnya Michael dari kecil dan itu gunanya teman bukan? Dan aku percaya padamu, balas Erich ringan.
“Bagaimana, Jika dia tidak menyukaiku? Aku tidak sempurna.”
Mudah saja. akan kubuat dia menyukaimu dan menurutku kau sudah cukup sempurna.” Erich mengangkat bahu.
Sophie terkekeh pelan namun wajahnya sedikit memanas “Kau berkata seperti itu karena aku sudah mentraktirmu kan?”
Erich mengerutkan hidung lalu kembali tersenyum. “Bisa dibilang aku gampang disogok dengan makanan enak. Tapi kau tak perlu khawatir aku akan membantu hubungan Kau dan Michael.
“Kau sudah seperti ibu peri saja, gurau Sophie sambil tertawa.
“Kemarin kau bilang aku peramal, sekarang Ibu Peri. Erich menggeleng-geleng sambil tertawa. “Kalau begitu kau harus menuruti apa kataku, sebaiknya kau masuk kedalam, sebelum udara dingin merubahmu jadi es.”
“Ok. Gute Nacth!11 Erich!” Sophie tersenyum dari balik syalnya
“Gute Nacth!”  Erich pun beranjak meninggalkan Sophie.

Setelah itu Sophie berlari kecil menaiki tangga dan memasuki flatnya. Beberapa menit kemudian ia menyadari sesuatu. Menyadari tentang mimpi itu sebagai sebuah pertanda. Bahwa memang Erich adalah orang yang akan menolongnya mendekati Michael. Dan ia harus menuruti apa kata ibu Peri nya itu. Terdengar konyol memang, tapi apapun itu dia senang Erich bisa membantunya. Sophie pun memandang secarik kertas pemberian Erich dan mencatat nomor-nomor itu dalam ponselnya, sudut bibir Sophie tanpa sadar terus merekah seperti bunga-bunga dimusim panas.
###

Sophie melirik jam dinding di perpustakaan itu. Tepat jam 7 malam. Ini sudah waktunya jam pulang namun ia seperti kehabisan ide akan melakukan apa malam ini. Ia mendesah pelan lalu mengalihkan perhatiannya ke layar ponselnya, ditatapnya ponsel itu lekat-lekat.
“Ponselmu akan cepat rusak jika kau tatap terus seperti itu” Kata Grace tiba-tiba sambil mendorong troli dengan tumpukan penuh buku.
Sophie pun menoleh kearah Grace sambil menarik nafas dan membuangnya perlahan lalu menjejalkan ponselnya kedalam laci.
“Erich, tidak menjawab telepon mu?” tanya Grace.
Sophie pun menggeleng.
Sudah seminggu Sophie tidak bertemu atau makan malam dengan Erich maupun Michael. Erich mungkin sedang pergi liburan bermain ski di Schwarzwald tapi mengapa dirinya tak menjawab telepon Sophie bahkan tak ada pesan darinya dan itu membuat suasana hatinya semakin memburuk dan ini tidak seperti biasanya. Sebenarnya ini adalah kesempatan untuk pergi berdua saja dengan Michael. Namun kesibukan Michael yang membuat hal itu tak memungkinkan dilakukan pada waktu dekat.  Walau Sophie tahu bukan itu alasanya Ia tak pernah berani mengajak Michael lebih dulu dan ia masih butuh bantuan Erich.
“Kenapa kau tidak menelepon Michael?” Lanjut Grace.
“Apa?” Sophie menatap Grace.
“Siapa tau, Michael sedang tidak sibuk, setidaknya kau harus bertanya padanya terlebih dahulu.” Grace mengangkat bahu.
Sophie pun menyadari sesuatu karena perkataan Grace, mungkin saja Erich sengaja tak menjawab teleponnya agar dirinya tak terlalu bergantung pada pria itu dan bermaksud melatihnya memberanikan diri mengajak Michael menemaninya makan malam. Sophie pun mencari nomor Michael di daftar kontaknya, setelah ragu beberapa detik, ia harus memberanikan diri. Harus!
Belum sempat tanganya menyentuh tombol Call, tiba-tiba ponsel Sophie berdering, dan nama Michael tertera di layar ponselnya. Mata Sophie membeliak seolah tak percaya dan segera menjawab telepon Michael.
“Michael?” Kata sophie. Grace dan Sophie pun saling menatap, mereka tak menyangka Michael menelepon Sophie saat itu juga.
“Hallo, Sophie” terdengar suara Michael di sebrang sana “Kau punya waktu? Apakah kau bisa menemuiku sekarang?” kata Michael.
 “Ya, tentu. Kau sedang dimana?” kata Sophie Cepat
“Rumah Sakit”
Seketika tenggorokan Sophie pun tercekat.

Bersambung....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar