Selasa, 27 Januari 2015

Summer is Here ... Part 3





Malam itu, Sophie segera mengenakan mantel tebalnya dan memakai sepatu bootsnya, dengan langkah lebar ia segera keluar gedung dan memberhentikan taxi yang lewat. Sesampainya di rumah sakit, aroma obat-obatan menguar dan membuat kepala Sophie sedikit pening. Ia terus menelusuri lorong dan mencari ruangan yang di beritahu Michael.

Ketika Sophie sampai keruangan inap, ia melihat pria itu sedang duduk bersandar pada bantal –bantal di atas ranjang. Kepalanya dibebat oleh perban, tangan kanannya terbungkus Gips yang menggantung didadanya. Pria bermata hijau itu pun menoleh kearah pintu masuk ketika Sophie datang. Erich tersenyum lebar dan terlihat ceria seperti biasanya, walau wajahnya agak sedikit pucat dan terdapat memar. Disampinya ada Michael yang setia menemaninya.
“Erich?” Kata Sophie terkejut.
“Ya. ini aku.” Erich memamerkan Gipsnya.
“Terimakasih sudah datang Sophie, Maaf merepotkanmu,” kata Michael.
“Sebenarnya apa yang terjadi?” Sophie menatap Michael meminta penjelasan.
“Erich, mengalami kecelakaan saat bermain Ski, tangan kanannya patah untungnya tidak terlalu parah. Kau tak perlu khawatir besok dia bisa pulang,” kata Michael menjelaskan.
“Kau baik-baik saja?” Tanya Sophie dengan nada cemas.
Erich mengangguk. “Hanya kecelakaan kecil, sebenarnya aku tak setuju Michael memberi tahumu ketika aku masih dirumah sakit, tapi ya sudahlah kau sudah ada disini.” kata Erich lalu mengerling kearah Michael. Alis Sophie mengerut tak mengerti perkataan Erich ‘tidak setuju memberitahunya’ dan itu sedikit membuat Sophie kesal.
“Kau …” Sophie mulai membuka mulut lalu berhenti sejenak ia sadar suaranya terlalu keras “Tentu saja kau harus memberitahuku! itu gunanya teman!” kata Sophie kesal.
Michael dan Erich menoleh berbarengan kearah Sophie, mereka mengerjapkan mata memandang Sophi. ini pertama kalinya mereka Sophie terlihat marah.
“Maafkan aku. Aku tak ingin membuatmu cemas dan melihat wajahku yang kacau.” Kata Erich dengan nada bercanda, lalu ia tersenyum kecil “Sophie bolehkah aku meminta bantuanmu?”
Sophie mengerjapkan mata “Tentu saja. apa yang harus aku lakukan?”
“Temani Michael makan malam lalu kalian pulanglah kerumah, sudah satu malam dia menungguku disini,” kata Erich memohon.
“Lalu bagaimana dengan dirimu?” Kata Sophie dan Michael berbarengan.
“Tak usah khawatir, ada perawat yang menjagaku. Aku baik-baik saja.” Erich menatap mata Sophie dengan tatapan memohon. Lalu Sophie melirik kearah Michael, wajah Michael nampak kusut dan rambutnya berantakan sepertinya ia memang kelelahan dan tidak tidur semalaman. Sophie menatap Erich kembali dan ia masih memohon.
Sophie membuang nafas dan menyerah. “Baiklah, telepon aku jika perlu sesuatu” Kata Sophie sambil menyentuh pundak Erich.
“Besok aku akan menjemputmu” Kata Michael sambil tersenyum samar.
Sophie melangkah meninggalkan ruangan dengan ragu. Ia tau jika Erich memang sedang memanfaatkan situasi ini agar mereka bisa pergi berdua saja. namun Sophie merasa ini waktu yang tidak tepat ketika Erich sedang sakit dan terbaring dirumah sakit. Tapi pada akhirnya ia menyerah dan bukankah perintah ibu perinya itu harus ia turuti?
###

Makan malam itu harusnya menjadi makan malam yang spesial bagi Sophie. Tetapi Brühwurst dan kentang goreng itu terasa hambar, mungkin akibat aroma rumah sakit, ia menjadi kehilangan selera makannya.

“Kau tidak menghabiskan makananmu?” Kata Michael
“Sepertinya aku sudah kenyang.” Sophie meletakan sendoknya, lalu mengelap mulutnya dengan serbet.Kau terlihat lelah sekali,” kata Sophie kepada Michael.
Michael mengangguk “Kemarin aku mendapat kabar bahwa Erich mengalami kecelakaan ketika bermain Ski, tanpa pikir panjang aku langsung pergi menjemputnya dan membawanya kerumah sakit,” Michael menarik nafas dalam-dalam. “Ia tak sadarkan diri selama 18 jam, dan aku terus menemaninya. Ketika ia siuman tadi, aku langsung meneleponmu.”
“Kau pasti sangat cemas.Walau Sophie sebenarnya ikut cemas, ia tak tahu jika Erich sempat pingsan.
Michael mengangguk lagi “Tapi kau tak perlu khawatir, aku yakin dia baik-baik saja.” Michael tersenyum lebar walau mata birunya terlihat meredup akibat kelelahan.
“Sophie.” Kata Michael lirih, ”jika kau tak keberatan maukah kau menemanikau ke suatu tempat?”
Sophie menelan ludah dan seketika jantungnya kembali berulah.

Akhirnya mobil Michael tiba di pelataran bangunan sebuah galeri yang belum pernah Sophie kunjungi. Nampaknya galeri itu sepi dan sudah mau tutup. Malam ini sungguh diluar dugaan, ia tak menyangka sedikitpun Michael akan meminta menemaninya kesuatu tempat. Apakah ini bisa disebut berkencan? Sophie mencoba menjernihkan pikirannya walau hatinya terus berseru.
“Disini tempatnya?” Kata Sophie heran. Michael mengangguk lalu turun dari mobil dan membukakan pintu untuk Sophie.
“Semoga saja belum tutup” kata Michael tersenyum.
Sophie bergegas mengikuti Michael yang sudah melangkah lebar kearah galeri. Michael menyelinap melewati satu dan dua pengunjung yang keluar dari galeri itu, lalu seorang penjaga galeri itu berbicara pada Michael jika galerinya sebentar lagi akan ditutup. Tetapi Michael membisikan sesuatu kepada petugas itu, Sophie hampir tak bisa mendengar apa yang Michael katakan. Petugas itu melirik jam tangannya.
“Sepuluh menit saja!” kata penjaga itu kepada Michael.
Michael melirik Sophie, lalu tersenyum dan mengajaknya menelusuri lorong yang penuh dengan lukisan-lukisan indah di kedua sisi temboknya. Sebenarnya apa yang akan dilakukan Michael di galeri ini sampai mau membujuk seorang petugas? Bukankah dia sedang kelelahan dan butuh tidur dari pada mengamati lukisan-lukisan disini. Di galeri ini hanya mereka berdua pengunjung yang tersisa. Jantung Sophie terus berdegup kencang, telapak tanganya terasa dingin. Tiba-tiba Michael berhenti melangkah, lalu berbalik menghadap Sophie.
“Kita sudah tiba” kata Michael. Ia pun menujuk satu lukisan di sudut ruangan itu. Sophie pun menoleh dengan kening berkerut kearah yang ditunjukan Michael dan seketika mata Sophie melebar kaget ketika melihat lukisan itu. Lukisan dengan awan-awan bergerombol seperti domba-domba, pohon rindang dengan bangku tua disebelah kanan tak lupa seorang laki-laki yang sedang duduk disana.
“Aku pernah melihat lukisan itu,” kata Sophie pelan lalu melangkah mendekati lukisan itu.
Kau pasti pernah melihatnya disebuah pameran galeri kan?” kata Michael.
Sophie mengerjap “Bagaimana kau tahu?”
“Aku melihatmu ketika itu, Kau tahu siapa pelukis lukisan ini?”
Sophie menggeleng. Ia terlihat masih bingung
Erich yang melukisnya.
###

Galeri itu terasa hening dan dingin, hanya suara Micahel yang menggema yang menandakan masih adanya kehidupan di Galeri tersebut. Sophie mendongak menatap wajah Michael dengan tatapan tak percaya dengan apa yang dikatakannya. Erich yang melukisnya? Sophie tidak tahu kalau Erich seorang pelukis.
Seolah bisa membaca pikiran Sophie. Michael pun mengangguk Dia memang seorang pelukis. Ia melukisnya karena terinsipirasi dari novel yang aku pinjam dari perpustakaanmu,
Summer is Here?” tanya Sophie dengan dahi berkerut.
Michael mengangguk lagi. Mata birunya menerawang menatap lukisan didepanya “Ini adalah lukisan pertamanya setelah ia berhenti melukis dengan waktu yang cukup lama. Tiga tahun lalu Erich kehilangan ayah, ibu dan adik perempuannya karena kecelakaan pesawat ketika akan pergi berlibur ke Dubai,” jelasnya Michael mata birunya semakin meredup. ”Semenjak kejadian itu ia tak pernah mau melukis lagi, ia seperti larut dalam kesedihan. Sampai akhirnya aku mengajak dia tinggal bersamaku di kota ini dan 2 bulan yang lalu dia menghasilkan lukisan yang ada dihadapanku ini.
          “Aku menyarankannya untuk mendaftarkan lukisan ini kesebuah pameran kesenian. Disanalah kami melihatmu berdiri terpaku dan seolah terhanyut oleh lukisan Erich. Aku segera tau jika kau adalah Sophie yang aku selalu jumpai di perpustakaan, dan aku yakin kau juga pernah membaca ‘summer is here’” Michael menoleh dan menatap kearah Sophie sambil tersenyum simpul. Sophie mengerjap-ngerjap mata seolah tak percaya apa yang dikatakan Michael.
“Melihat reaksimu melihat lukisan itu Erich percaya ia tidak kehilangan kemampuanya. Ia masih bisa melukis, bukan asal melukis tapi seperti memberi ruh di setiap guratan lukisannya karena itulah kita seolah hanyut melihat lukisan ini, seperti di ingatkan pesan pada novel itu”
Sophie terdiam dan menatap mata biru Michael tanpa berkedip. Semua yang diceritakan Michael seperti kebetulan yang sempurna, sesaat perasaannya menjadi tidak karuan.
“Sudah sepuluh menit, sebaiknya kita pulang” kata Michael ia tersenyum lalu melangkah meninggalkan galeri tersebut, Sophie pun mengikuti punggung Michael wajah Sophie masih diliput pertanyaan-pertanyaan dan kepalanya terasa berkabut. Michael menghentikan langkahnya ketika sudah melewati pintu keluar dan berbalik menghadap Sophie.
“Sophie, kau mau berjanji merahasiakan ini dari Erich?” Kata Michael. “Jika ia tahu kalau aku menceritakan rahasianya kepadamu ia akan membunuhku, jadi mau kah kau berjanji?” Tanya Michael sekali lagi.
Sophie mengangguk kecil. “Aku janji.”
Michael tersenyum senang “Erich adalah orang yang selalu ceria, dan ia ingin membuat orang disekitarnya bahagia.” Micahel berhenti sejenak lalu menarik nafas dan membuangnya perlahan. “Namun aku tahu dia adalah orang yang pandai menyembunyikan kesedihannya, dia tidak suka membuat orang disekitarnya khawatir ataupun cemas oleh sebab itu dia tidak menceritakan masa lalunya padamu”
Micahel pun berjalan menuju parkiran, dan Sophie pun mengikutinya kembali, namun ada hal yang ingin Sophie tanyakan kepada Michael. Hal yang sangat menganggunya.
“Tapi,” Sophie menelan ludah “Kenapa kau menceritakan masa lalu Erich kepadaku?”
Michael urung membuka pintu mobilnya ketika mendengar pertanyaan Sophie. Michael menatap Sophie dengan mata birunya yang kini terlihat nanar tapi tetap tersenyum kecil.
“Karena aku mulai menyukaimu,” hening sejenak. “Aku ingin kau mengenal orang-orang yang ada disekitarku.”
Sophie menatap Michael tak berkedip. Ia terkejut mendengar pengakuan pria itu. Ia tak percaya dengan apa yang di dengarnya. Michael si pangeran bermata biru itu menyukainya?

Bersambung ... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar